Rabu, 14 Oktober 2009

Don't Jugde A Book From It Cover....

Tadi gue bercerita dengan seorang teman melalui telefon… Dari sekian lama kita bicara entah kenapa hanya ada sedikit kesimpulan yang gue dapat.
Pembicaraan itu hanya bermakna “Don’t judge a book from it cover”. Standar? Ya memang. Tapi emang itu kenyataannya… Hahahaha…
Gue kadang mikir, kenapa semua orang cuma bisa menilai orang dari sisi yang bisa diliat. Lalu lebih sering bicara dari apa yang terlihat buruk. Yang mendengar pun akan lebih semangat kalo yang di bahas itu tidak jauh dari sesuatu yang negatif.
Kenapa gitu ? Apa itu tabiat kita sebagai manusia ?
Ya, manusia itu makhluk yang tidak pernah puas. Kepuasannya itu cuma ada kalau dia ngeliat orang lain lebih BURUK dari pada dia.
Setiap orang memang pengen terlihat baik dihadapan orang lain, dari alas an itu semua orang akan lebih sering mempercantik fisik menjaga kelakuan, dan semua PALSU ! Totally fake !
Ambil contoh gini.
Semua orang akan selalu tertarik sama sesuatu yang baik. Gitu juga cara mereka mencari pasangan. Good looking is a must !! Orang akan berfikir kalo dia punya pacar yang ganteng atau cantik, orang lain akan bilang sesuatu yang membuatnya melayang tinggi, “Eh, pacar lo cantik/ganteng banget deh, gue iri banget sama lo”. Cuma karena satu kalimat itu, lo akan bawa pacar lo kemanapun lo pergi. Walaupun tingkahnya ga sebaik penampilannya. Walaupun sifatnya ga seindah pakaiannya. Walaupun ‘manisnya’ tidak semanis auranya.
Wajah orang yang cela ga mungkin lo bawa-bawa kemana-mana. Gitu juga seharusnya orang dengan sifat yang cela. Buat apa bawa-bawa orang dengan penampilan plus tapi kelakuan minus kemana-mana ? Buat apa bawa orang dengan pakaian minus dan kelakuan minus kemana-mana ?
Akan di anggap keren kah setelah ngelakuin itu semua ? Akan di anggap bagus kah setelah mendapat orang yang baik di luar ?
Hidup itu opera sabun. Hampir semua orang bersandiwara di dalamnya. Hampir semua orang ‘bertopeng’ untuk menjaga namanya.
Banyak orang yang tercela tapi namanya tetap di jalan yang lurus. Itu karena kuatnya ‘topeng’ yang dia pakai.
Kita ga perlu mencoba memberi pendapat tentang apa yang ada pada orang lain. Sadarkah kita saat itu kita sedang membicarakan kejelekan kita sendiri ?
Ya, itu memang sulit, sampai saat ini penulis (saya) juga belum bisa bersikap apa adanya saat melihat orang lain. Itu hal yang menurut manusia lumrah, tapi efek yang tidak terlihat sangat lah besar. Kadang kita ga akan pernah mikir apa yang orang lain fikirkan tentang kita.
Kita boleh bicara tentang keburukan orang lain dan meninggikan diri kita sendiri di depan orang lain. Tapi pada suatu saat yang tidak akan kita duga, kita akan jatuh karena pendapat orang lain tentang kita. Akan lebih sakit, karena itu semua terjadi setelah kita ‘menari’ di atas kejelekan orang lain. Yang mana artinya kira-kira begini : “Kita menari di atas kejelekan orang lain dan kita ‘berdansa romantis’ di atas kejelekan kita”.
Bagaimana menurut kalian ?
Ada yang tidak sependapat ? Itu terserah, yang gue tulis disini bukan maksud mengajak, gue cuma mengeluarkan apa yang gue pengen ungkapin. Kalo ada yang ga setuju silahkan berhenti membaca.

Kita…
Kenapa kita mudah sekali percaya omongan orang ? Apa yang menarik dari omongan orang. Orang-orang akan bicara semaunya. Se-apa yang dia temui di pengelihatannya. Kita sangat muda di rusak orang lain dan diri kita sendiri. Itu kita. Tidak bisa menghagai orang lain sebaik-baiknya. Kenapa ?
Tidak ada yang pernah menjawab itu.
Kita sebagai manusia,ada baiknya diam untuk menang. Bukannya tidak untuk ‘berhenti’. Berhenti membicarakan apa yang tidak sepantasnya kita bicarakan.
Itu baru lebih enak di bawa kemanapun kita pergi…

0 komentar:

Posting Komentar